Friday, October 5, 2007

Melihat Prospek PemBIAYAan ANJAK PIUTANG (FACTORING)

Dalam kenyataan selama ini adalah masih banyaknya sektor usaha yang menghadapi berbagai masalah dalam menjalankan usahanya. Masalah – masalah tersebut pada prinsipnya berkaitan dengan kurangnya kemampuan dan terbatasnya sumber – sumber permodalan. Tidak mudah mencari dana segar (fresh money) bagi pengusaha ataupun eksortir. Banyak eksportir mempunyai piutang atau tagihan, namun belum jatuh tempo (due), sementara kebutuhan dana segar makin mendesak untuk menjalankan bisnis. Salah satu solusinya adalah "factoring" atau anjak piutang.
Proses anjak piutang adalah perusahaan lembaga pembiayaan mengambil alih piutang (receivables) pihak klien dengan diskonto (discount) Alan C Shapiro, 1994. Pada umumnya, perusahaan anjak piutang akan membeli atau mengambil alih piutang pihak kliennya atas dasar nonrecourse. Artinya, perusahaan anjak piutang akan menanggung semua risiko kredit dan risiko politik, kecuali terdapat perselisihan yang terkait dengan transaksinya. Dengan kata lain, perusahaan anjak piutang tidak akan mengambil kembali uangnya yang sudah diterima pihak kliennya, sekalipun mengalami kebangkrutan.
Eksistensi kelembagaan anjak piutang dimulai sejak diluncurkannya Paket Kebijakan 20 Desember 1988 atau Pakdes 20, 1988 yang diatur dengan Kepres No.61 Tahun 1988 dan Keputusan Menteri Keuangan No 1251/KMK.013/1988 tanggal 20 Desember 1988, anjak piutang adalah badan usaha yang melakukan kegiatan pembiayaan dalam bentuk pembelian dan atau pengalihan serta pengurusan piutang atau tagihan jangka pendek suatu perusahaan dari transaksi perdagangan dalam dan luar negeri (Kasmir, SE, MM, 2002).
Pengambilalihan piutang
Perusahaan anjak piutang hanya menangani piutang atau tagihan yang lancar dan sah, bukannya piutang yang bermasalah. Sebelumnya sudah tentu dilakukan analisis terhadap pihak klien sebagai penjual atau eksportir, demikian pula terhadap pelanggan atau pembeli atau importir. Selain itu, terdapat pembatasan minimal nilai faktur (invoices) yang dapat diterima, misalnya Rp 10 juta. Segera setelah faktur diserahkan kepada perusahaan anjak piutang, pihak klien akan memperoleh dana sekitar 75 – 80 persen dari nilai faktur.
Manfaat pembiayaan anjak piutang
Skema yang ditawarkan perusahaan anjak piutang kepada kliennya, pada hakikatnya memikat dan mengandung manfaat bagi eksportir atau perusahaan yang memiliki piutang atau tagihan.
Pertama, penyediaan dana segar. Dengan pola transaksi ekspor biasa, eksportir akan menunggu cukup lama untuk menerima dana tunai dari pihak importir melalui banknya atau bank lain sebagai bank pembayar (paying bank). Itu pun sejauh tidak ada perselisihan atau segala sesuatu sudah sesuai (comply with) dengan syarat-syarat yang disetujui dalam letter of credit (L/C). Dengan manfaat anjak piutang ini, eksportir tidak perlu menunggu terlalu lama untuk memperoleh dana tunai.
Kedua, terjaminnya kelancaran usaha. Dana segar ini dapat dimanfaatkan sebagai modal kerja tambahan untuk menjalankan roda bisnis lebih lanjut. Dampak positif yang paling manis untuk dinikmati adalah aliran kas lancar. Dengan demikian, bisnis selanjutnya akan tetap lebih cepat berjalan.
Ketiga, mitigasi risiko kredit. Dengan pola anjak piutang ini, sejatinya pihak eksportir atau perusahaan yang memiliki piutang atau tagihan akan merasa aman. Para eksportir tidak perlu lagi memikirkan piutang atau tagihannya. Itu semua sudah diambil alih perusahaan anjak piutang. Inilah manfaat bagi pihak klien karena pembelian atau pengambilalihan tersebut berdasarkan tanggung jawab without recourse atau nonrecourse.
Ini berarti risiko kredit telah berpindah dari pihak klien kepada perusahaan anjak piutang. Klien tinggal memetik hasil panenannya. Tanggung jawab semacam ini tentu menimbulkan biaya yang lebih tinggi dibandingkan dengan with recourse yang berarti sebaliknya. Dengan kata lain, perusahaan anjak piutang tidak menanggung risiko apabila pihak pelanggan tidak mampu memenuhi kewajibannya. Akibatnya perusahaan anjak piutang akan mengambil kembali uangnya yang telah disampaikan kepada pihak kliennya.
Keempat, kelancaran penagihan piutang. Pihak klien yang merupakan perusahaan kecil barangkali mengalami kendala utama dalam menagih suatu piutang. Dengan skema anjak piutang ini, pihak klien tidak perlu lagi memperhatikan segala sesuatu mengenai penagihan piutang, karena semuanya sudah ditangani perusahaan anjak piutang secara profesional. Kondisi ini akan sangat membantu pihak klien untuk lebih memfokuskan perhatiannya pada upaya mengembangkan bisnisnya.
Kelima, terjaminnya tertib administrasi "penjualan" piutang. Ini merupakan manfaat yang sering dilupakan. Sebelumnya, pihak perusahaan anjak piutang akan meneliti dan menganalisis pihak klien dan pelanggan beserta administrasinya dengan seleksi yang ketat.
Alternatif pembiayaan
Anjak piutang akan menjadi salah satu alternatif alat pembiayaan perdagangan (trade financing) yang makin berkembang dan diminati di dunia perdagangan internasional. Nilai ekspor dunia yang dibiayai melalui anjak piutang mencapai sekitar 10 miliar dollar AS. Suatu jumlah yang tidak sedikit. Akan tetapi, anjak piutang di Indonesia masih belum sepopuler di mancanegara, padahal manfaatnya sangat jelas menarik. Namun, ini justru merupakan tantangan tersendiri bagi perusahaan anjak piutang dalam negeri untuk lebih banyak memasarkan produknya. Produk semenarik apa pun akan kurang dikenal publik tanpa pemasaran yang menggigit. Pada prinsipnya, anjak piutang juga berperan besar dalam menggerakkan sektor riil atau dunia usaha.

Wednesday, October 3, 2007

HEDGing yang dilakukan INDOSAT untuk SIAPA? dan APA

Perusahaan publik yang bergerak ditelekomunikasi yaitu PT Indonesian Satellite Corporation Tbk (Indosat) dengan kode listing di BEJ adalah ISAT. Saat ini, komposisi kepemilikan saham Indosat adalah: Publik (45,19%), ST Telemedia melalui Indonesia Communications Limited (40,37%), serta Pemerintah Republik Indonesia (14,44%), termasuk saham Seri A. Indosat juga mencatatkan sahamnya di Bursa Efek Jakarta, Bursa Saham Singapura, serta Bursa Saham New York. Johny swandi sjam selaku Direktur Utama tak mampu menyembunyikan kebahagiaannya, ketika RUPS mendapuknya sebagai orang nomor satu di Indosat. Namun, kegembiraan itu tak berlangsung lama, karena perusahaan yang kini dipimpinnya, terus-menerus menjadi sorotan publik. Mulai dari rencana Wakil Presiden Jusuf Kalla yang ingin melakukan buyback saham milik Temasek hingga rencana masuknya Altimo.
Dan yang terakhir ini yang paling heboh menyangkut transaksi derivatif yang diduga sengaja merugikan pemerintah RI. Akibat transaksi hedging itu, perseroan sejak 2004-2006 diduga mengalami kerugian sebesar Rp 653 miliar lebih, fakta ini agak mengejutkan bagi Indosat sendiri. Menurut anggota Komisi XI DPR Dradjad Wibowo, terdapat 17 transaksi kontrak swap valuta asing dan suku bunga senilai US$ 275 juta yang membuat pendapatan perseroan mengempis. Transaksi tersebut dilakukan lewat sejumlah lembaga keuangan internasional seperti Goldman Sachs Capital Market New York, Standard Chartered Bank Jakarta, JP Morgan Chase Bank Singapore, Goldman Sachs International, Merrill Lynch, Barclays Capital London, ABN Amro Bank, dan HSBC.
Dradjad mengungkapkan, kerugian Indosat itu tercantum dalam laporan rugi konsolidasi. Terlihat adanya pos rugi perubahan nilai wajar derivatif-bersih. Laporan ini sudah ada sejak tahun 2004 sampai akhir 2006. Akibat transaksi derivatif itu, perusahaan telekomunikasi terbesar kedua ini diduga merugi hingga Rp 653,434 miliar. Perinciannya: tahun 2004 sebesar Rp 170,45 miliar, tahun 2005 senilai Rp 44,20 miliar, dan tahun lalu adalah yang terbesar—sekitar Rp 438,77 miliar. Akibat dana yang terkuras itu cukup besar, keuntungan Indosat pun ikut melorot. Dampaknya penerimaan pajak dan dividen pemerintah ikut mengempis. Dalam perhitungan Dradjad, pemerintah kehilangan pendapatan sebesar Rp 323 miliar. Rinciannya yakni dari potensi penerimaan pajak PPh badan sebesar Rp 196 miliar (30% dari Rp 653 miliar), dividen Rp 65 miliar (14,29% dari Rp 457 miliar), dan potensi pajak dividen yang diterima investor publik sebesar Rp 62 miliar.
Pada 31 Desember 2006, kewajiban jangka panjang dalam dolar AS termasuk obligasi dan fasilitas kredit ekspor berjumlah 584 juta dolar AS yang terdiri dari obligasi dolar I dan II masing-masing sebesar 300 juta dolar AS dan 250 juta dolar AS serta fasilitas kredit ekspor Finlandia sebesar 34 juta dolar AS. Indosat memiliki kebijakan untuk melakukan hedging sedikitnya 50 persen dari total kewajiban jangka panjangnya dalam mata uang dolar AS. Hingga akhir tahun lalu, kewajiban jangka panjang perseroan mencapai US$ 584 juta. Kewajiban itu terdiri dari obligasi dolar I dan II masing-masing sebesar US$ 300 juta dan US$ 250 juta. Selain itu, masih ada fasilitas kredit ekspor dari Finlandia sebesar US$ 34 juta. Sedangkan di akhir Maret sekitar US$ 400 juta (69% dari total kewajiban) sudah dihedging. Indosat melakukan hal semata-mata hanya untuk mengurangi dampak dari fluktuasi nilai tukar.
Pada 31 Maret 2007, Indosat telah melakukan hedging sebesar 400 juta dolar AS atau sekitar 69 persen dari total kewajiban jangka panjang dalam mata uang dolar AS. Beberapa biaya dari hedging adalah tunai, tetapi sebagian besar berupa nilai wajar dan dalam bentuk non tunai. Indosat juga telah menyampaikan seluruh informasi terkait dengan hedging tersebut di dalam laporan keuangan yang telah diaudit.
Darmin Nasution juga mengakui bahwa setoran pajak Indosat terus mengempis, sudah beberapa tahun setoran pajak penghasilan Indosat mengalami penurunan, ujar Dirjen Pajak itu. Benarkah manajemen Indosat melakukan rekayasa keuangan terhadap laporan keuangannya. Direktur Keuangan Indosat Wong Heang Tuck mengakui, perusahaannya mengalami kerugian akibat transaksi derivative tersebut. Namun hal itu dianggapnya sebagai sesuatu yang wajar, alasannya, transaksi tersebut ditujukan untuk melakukan hedging terhadap utang jangka panjang Indosat dalam denominasi US$. Hedging risk yang dilakukan indosat terhadap utang jangka panjang yang dimiliki perusahaan tersebut luntuk mengurangi kerugian yang besar dimasa depan.
Transaksi yang dilakukan oleh Indosat hanya untuk berjaga-jaga, ibarat membeli asuransi menurut Wong. Jika perubahan forex tidak terjadi, Indosat harus mengeluarkan biaya yang cukup besar. Tapi sebaliknya, bila nilai tukar rupiah terhadap US$ mengalami perubahan yang cukup drastis, strategi itu bakal menguntungkan perusahaan. Menurut analisa Yanuar Rizky, analis pasar modal, hedging yang dilakukan Indosat diduga kuat masih terkait dengan aktivitas keuangan sang induk, yakni Singapore Technologies Telemedia (STT). Ada semacam financial engineering berbentuk transfer pricing dari Indosat ke STT yang dilakukan Temasek, ujar analis pasar modal ini.
Berdasarkan analisis Yanuar, selama 2004-2006 pergerakan kurs rupiah terhadap dolar sebenarnya relatif stabil. Jadi, apabila Indosat melakukan transaksi hedging pada saat itu, kelihatannya sangat aneh sekali. Untuk apa rupiahnya di-hedging, saat itu rupiah cenderung stabil , ujar yanuar. Justru sebaliknya, pada saat bersamaan, dolar Singapura cenderung berfluktuasi tajam terhadap US$. Hal ini, patut dicurigai, hedging tersebut tidak dilakukan untuk kewajiban jangka panjang Indosat, melainkan untuk kewajiban jangka panjang STT. Jadi, yang dilakukan adalah hedging untuk dolar Singapura terhadap US$.
Kecurigaan itu kian mengental lantaran pada tahun 2005 kerugian kurs yang dialami Indosat tidak terlalu besar. Padahal saat itu, kondisi kurs rupiah terhadap dolar Amerika sedikit agak fluktuatif. Yanuar menduga, pada tahun 2004 dan 2006 STT memiliki kewajiban utang dalam US$ yang terkena imbas fluktuasi kurs. Untuk menutupi kerugian itu, STT lantas mengalihkannya sebagai beban Indosat. Modusnya pun cukup sederhana. Indosat diminta untuk melakukan hedging terhadap kewajiban jangka panjangnya. Tapi faktanya, langkah itu dilakukan untuk meng-hedging kewajiban STT yang menggunakan mata uang dolar Singapura.
Untuk membuktikan analisisnya itu, Yanuar meminta pemerintah memeriksa laporan keuangan STT. Dari situ akan terlihat, berapa total utang luar negeri STT dan berapa nilai transaksi derivatif Indosat. Sebagai induk usaha dari STT dan Indosat, temasek sejatinya bisa melakukan transfer pricing. Hanya saja, sesuai aturan perpajakan Indonesia, kegiatan transfer pricing seperti itu ada aturan mainnya. Sumber TRUST di Indosat menuturkan, persoalan transaksi derivatif itu sebenarnya melibatkan banyak pihak. Termasuk lembaga keuangan yang menjadi partner dalam transaksi hedging tersebut. Misalnya Barclays Capital London, selama ini perusahaan tersebut merupakan partner Temasek dalam konsorsium Sorak Financial, yang menguasai 57% saham BII. Selain itu, sudah bertahun-tahun Goldman Sachs menjadi penasihat investasi Temasek dan sejumlah anak usahanya di berbagai negara. Bahkan, beberapa eksekutif dari Goldman Sachs juga ada yang direkrut Temasek untuk mengelola bisnisnya.
Dalam transaksi derivatif tadi juga terdapat sejumlah kejanggalan lain, misalnya kontrak swap pada tahun 2005 yang dilakukan Indosat dengan Goldman Sachs, Merrill Lynch, dan Stanchart. Dalam perjanjian disebutkan bahwa kontrak senilai US$ 125 juta itu berlaku hingga 2012. Padahal, jika asumsinya untuk melindungi obligasi dolar Indosat yang diterbitkan tahun 2004, mestinya jangka waktu swap tersebut tidak selama itu. Namun, Wong tetap berkilah bahwa kebijakan yang telah dilakukan manajemen sudah sesuai aturan main. Termasuk dalam pemilihan lembaga keuangan, Wong menjamin bahwa keputusan itu murni bisnis.
Ada baiknya Bapepam-Lembaga Keuangan menuntaskan semua persoalan ini. Jika tidak, Indosat akan terus menjadi sasaran tembak. Direktur Keuangan PT Indosat Tbk, Wong Heang Tuck mengatakan, tujuan perusahaan memiliki transaksi lindung nilai (hedging) adalah untuk mengurangi resiko perusahaan atas dampak fluktuasi dolar AS dan bukan sekedar spekulasi manajemen.
Tujuan Indosat adalah mengurangi dampak ataupun resiko atas fluktuasi nilai tukar mata uang dan memperoleh nilai tukar yang lebih pasti saat kami harus melakukan pembayaran dalam mata uang dolar AS. Beberapa pihak berpendapat adanya pelanggaran kinerja perusahaan dalam memenuhi kewajiban jangka panjangnya yang mengakibatkan penurunan pendapatan usaha pada 2004 hingga 2006. Menanggapi hal tersebut, Wong Heang menyatakan, kewajiban jangka panjang dengan mata uang dolar AS termasuk obligasi I dan II serta fasilitas kredit ekspor perusahaan perlu diantisipasi dengan kebijakan perusahaan untuk melindungi nilai tukar terhadap fluktuasi kurs dollar.
Apa yang Indosat sudah sesuai dengan hukum yang berlaku kalau ada kerugian valuta asing disitulah prinsip-prinsip hedging dilakukan, menurut Indosat. Sementara itu, Wakil Dirut Indosat Kaizad B. Heerjee, mengatakan transaksi hedging merupakan hal standar dilakukan di pasar terutama yang memiliki transaksi bisnis yang lebih banyak menggunakan mata uang dolar AS untuk membatasi. Banyak perusahaan menggunakan hedging untuk membatasi exposure atau keterlibatan dengan valuta asing.
Langkah hedging yang dilakukan Indosat sudah melalui tahap yang benar dan sudah melalui audit serta sudah dilakukan sejak tahun-tahun sebelumnya, menurut Indosat. Misalnya, pada krisis keuangan 1997 banyak perusahaan mengalami kesulitan karena tidak melakukan hedging. Proses hedging dilakukan untuk menyeimbangkan perubahan mata uang. Jika perusahaan membukukan laba kurs, maka transaksi hedging akan dibukukan sebagai kerugian. Pemerintah Akan Ambil Tindakan, Jika Indosat Rugikan negara pemerintah akan mengambil tindakan lebih lanjut, jika memang di PT Indosat Tbk terbukti telah terjadi transaksi derivatif yang membuat negara kehilangan potensi penerimaan. Indosat Bagi Deviden 50 % dari Laba Bersih PT Indosat Tbk membagi deviden untuk tahun buku 2006 senilai 50 persen dari laba bersih tahun 2006 atau sekira Rp700 miliar. Hal yang dilakukan oleh Indosat untuk mengurangi resiko perusahaan sendiri.
Dapat ditarik kesimpulannya adalah hedging risk yang dilakukan oleh PT. Indosat, Tbk adalah untuk mengurangi kerugian yang akan ditanggung oleh perusahaan atas hutang ataupun transaksi yang akan datang. Hal ini juga dapat dijadikan alat rekayasa keuangan bagi perusahaan yang melakukan kecurangan pada anak perusahaan mereka.
Hedging Risk PT. Indonesian Satellite Corporation, Tbk (Indosat)

CONVERTible BONd

Baru-baru ini kita dengar kasus Keluarga Salim, PT Indocement Tunggal Prakarsa (INTP) dengan Obligasi Konversi (convertible bond) yang diterbitkan Polymax International.Apakah Obligasi konversi itu ?. Obligasi konversi sebetulnya tidak jauh berbeda dengan obligasi biasa, yaitu surat utang yang memberikan coupon (bunga), memiliki tanggal jatuh tempo tertentu, dan memiliki nilai pari. Bedanya ia bisa ditukar (convert) menjadi saham emiten atau saham anak perusahaan dari emiten, dengan tambahan persyaratan tertentu yang berbeda antara satu dengan lainnya. Sebagai contohnya : Obligasi konversi Polymax International yang bisa ditukar menjadi penyertaan saham biasa pada tanggal 27 Februari 2001. Sehingga pemilik CB memperoleh keuntungan atas kepemilikannya.
Keuntungan memiliki obligasi konversi ini, pemegang obligasi bisa memilih (option), apakah obligasinya mau ditukarkan menjadi saham atau tidak pada tanggal yang sudah ditentukan. Kalau diperkirakan suku bunga bank akan lebih rendah dari coupon rate obligasi, lebih baik tidak usah ditukarkan. Apalagi kalau obligasi dibeli dengan diskon, ia bisa memperoleh pelunasan sebesar nilai pari. Hal lain adalah apabila harga obligasi tersebut dipasaran diperkirakan akan naik. Pemilik obligasi bisa mendapat capital gain bila obligasinya dijual pada harga yang lebih tinggi.
Namun, kalau diperkirakan emiten atau anak perusahaan dari emiten tersebut mampu meraup laba tinggi, tukar saja, karena selain akan mendapat dividen yang besar, ia bisa juga mendapat capital gain apabila harga saham tersebut melonjak lebih tinggi dari harga saham sewaktu dikonversi. Yang menjadi masalah adalah, bagaimana memperkirakan tingkat suku bunga bank atau memprediksi kinerja perusahaan dimasa mendatang. Itulah resiko yang harus dihadapi pemegang obligasi konversi. Jadi, hati-hati dalam mengambil keputusan dalam meng-konversi.