Sunday, June 1, 2008

EKONOMI PANCASILA ditengah GLOBALISASI

Perkasakah Lambang negara ini menyangga bangsa ini, ditengah maraknya globalisasi didunia sekarang ini. Bila kita melihat sekeliling kita globalisasi secepat informasi bergerak, semua orang dapat berkomunikasi dengan cepat. Maka orangpun tidak dihalangi ruang dan waktu lagi. Maka jaman sekarang bila kita tanya masyarakat kita masih ingatkah sila dari pancasila bunyi. Ada yang ingat ada juga yang tidak ingat, bagaimana mungkin fakta dilapangan kebanyakan tidak ingat tentang pancasila itu sendiri.
Sebagai dasar negara banyak masyarakat kita lupa dan tidak mengamalkan sila pancasila didalam kehidupan bermasyarakat. Apalagi pada sistem perekonomian bangsa ini, bagaimana kita bisa menjalankan sistem perekonomian pancasila ditengah globalisasi yang secepat ini. Sebagai contohnya sila pertama ketuhanan yang maha esa, tetapi tindakan kriminal dan korupsi di indonesia setiap tahun meningkat, dan pengeboman dimana - mana, isu ras sangatlah membuat konflik yang berkepanjangan.Membuat perekonomian kita menjadi morat - marit atas pergolakan - pergolakan yang terjadi, kerugianpun tidak tanggung - tanggung, membuat pembangunan yankg dilakukan hanya jalan ditempat.
Begitulah kenyataan pahit atas dasar negara di era GLOBALISASI, dasar negara atas dasar globalisasi, banyak orang mementingkan partai, golongan dan etnis sendiri. Bukannya persatuan indonesia yang dikedepankan. Bangsa ini haruslah menjalankan sistem perekonomian pancasila yang berasaskan pancasila sebagai dasar negara. Bagi indonesia menjadikan bangsa yang makmur adalah cita - cita yang luhur dan Pekerjaan Rumah (PR) yang tak kunjung usai. salam pancasila di era globalisasi bangkit bangsa ku.

Tuesday, May 27, 2008

Efek TRICKLE down atas BBM

Bila kita lihat atas efek atas kebijakan kenaikan BBM sangat dirasakan seriap lapisan. Banyak lapisan yang berteriak atas efek kenaikan BBM tersebut. Demonstrasi adalah cermin yang kita lihat dimana - mana, baik mahasiswa, para supir, kaum buruh dan banyak lagi. Dari hal tersebut manakah kebijakan pemerintah yang berpihak pada rakyat kecil. BLT wujud dari kebijakan pemerintah untuk memihak rakyat kecil, disayangkan pihak rakyat kecil yang berdemo atas kebijakan pemerintah.
Jadi sebenarnya kebijakan kenaikan BBM oleh pemerintah pro siapakah, apakah kenaikan minyak dunia, menutupi anggaran pemerintah yang defisit, menutupi kinerja pemerintah yang kurang memadai dan tidak dapat mensejahterakan rakyatnya, atau segelintir oknum yang diuntungkan atas kenaikan BBM. Efek trickle down dari kenaikan BBM adalah turunnya pendapatan perorangan, pengangguran, phk besar - besaran, meningkatnya angka kebodohan, angka kemiskinan mengalami peningkatan, peningkatan penderita kurang gizi dan angka kematian atas kelaparan menjadi meningkat. Jadi efek dari kenaikan BBM mendukung program pemerintah yang memberikan rakyat kecil melalui BLT, bila dikaji uang BLT tersebut dari manakah?. Dana tersebut sebenarnya dapat memberikan lapangan pekerjaan yang memberikan efek lebih daripada BLT dan kenaikan BBM.
Benar angka kemiskinan dapat ditekan melalui BLT, setelah dana BLT habis maka orang miskin tersebut semakin miskin. Dimana semua harga naik maka orang miskin yang menerima dana tersebut tidak dapat menikmati dana yang diiming - imingkan oleh pemerintah. Maka jelaslah maka dana tersebut hanya pelicin untuk meng-goalkan kebijakan pemerintah. Maka angka kelaparaan bagi masyarakat miskin jadi meningkat dan berimbas keangka kematian meningkat. Jadi angka masyarakat miskin dapat ditekan oleh kebijakan kenaikan BBM yang berakibat pada angka kematian orang miskin yang tinggi karena tidak pastinya tujuan kebijakan pemerintah.

Thursday, May 15, 2008

Tiba saatnya untuk melihat LUMBUNG PADI kita

Bila kita melihat sejarah pada jaman orde baru presiden RI kedua menerima, penghargaan dari organisasi dunia atas keberhasilan bangsa kita karena dapat swasembada beras. Tetapi permasalahan swasembada pangan dan keamanan pangan (food security) terutama beras di Indonesia selalu menjadi bahan perdebatan seru, mengingat beras merupakan komoditi pangan utama penduduk Indonesia dan juga sektor yang cukup banyak melibatkan rakyat dalam proses produksinya. Sehingga beras menjadi komoditi strategis yang tidak mungkin dilepaskan ke dalam mekanisme pasar tanpa adanya campur tangan pemerintah. Permasalahan ketahanan pangan meliputi dua hal penting yaitu ketersediaan produk dan keterjangkauan harga produk.

Ketersediaan dilumbung kita atas komoditi ini dipengaruhi oleh tingkat produksi yang sangat tergantung oleh alam. Dalam kondisi panen raya, dimana produk berlimpah dan harga menjadi murah, diperlukan penentuan harga minimum oleh pemerintah untuk meningkatkan harga sehingga petani tidak dirugikan dan kelebihan produk akan dibeli untuk stok pangan. Hal ini juga untuk mencegah adanya ekspor gelap, suatu permasalahan yang saat ini sedang ramai dibicarakan.

Jika kondisi alam tidak bersahabat sehingga terjadi paceklik, maka terjadi kekurangan produk yang mengakibatkan harga menjadi terlalu tinggi. Peran pemerintah adalah memberlakukan harga maksimum sehingga harga yang dianggap terlalu tinggi dapat diturunkan dan untuk menambah jumlah produk di pasar dilakukan operasi pasar dengan mensupplai stok beras. Ini juga untuk mencegah terjadinya impor gelap.

Belum lagi kondisi perbankan di negara kita kurang mendukung lahan pertanian dan industri lumbung bpadi kita ini. Investasi di sektor ini sangat riskan menurut para ahli dan tingkat jaminan dan tingkat pengembaliannya tidak dapat terprediksi. Seharusnya dapat menjadi lembaga yang mensupport para petani.

Dari sektor lahan saja kita semakin berkurang dikarenakan lahan digunakan untuk apartment, perumahan mewah dan pusat perbelanjaan. Masih adakah lahan yang tersisa bagi tempat lumbung padi kita. Memang ironis bila kita melihat berdiri kokoh bangunan yang mewah sedangkan pusat pengembang bibit unggul padi hanya bangunan sederhana.

Proyeksi kebutuhan beras dalam negeri, sebagai pangan pokok (principal food) masyarakat, ditahun tahun mendatang akan terus meningkat. Menurut USDA, proyeksi import menunjukkan bahwa hingga tahun 2014 kebutuhan dalam negeri akan beras terus meningkat antara 22-25 juta ton seiring dengan pertumbuhan penduduk, yang diperkirakan akan mencapai 253 juta jiwa pada tahun 2014 (asumsi laju pertumbuhan tetap 1.49%/tahun). Hal ini dapat menyebabkan dari seluruh negara Asia Tenggara, Indonesia satu-satunya negara yang masih melakukan import dan tidak pernah mengeksport berasnya, serta kian jauh tertinggal dengan Vietnam yang terus mampu mengeksport berasnya, bahkan lebih tinggi dibanding Thailand.

Swasembada pangan, ketersediaan serta keamanan pangan (food security) harus diawali dengan kontinuitas dan kecukupan produksi pertanian dalam arti luas, dimana untuk mewujudkannya sektor pertanian tidak dapat melakukannya sendiri. Butuh kerjasama semua bidang dan keahlian untuk dapat terlibat didalamnya. Mulai dari peran serta penyuluh pertanian lapang ditingkat desa dan kecamatan serta seluruh penataan kelembagaannya, pemulian atau penakar tanaman atau ternak serta ikan sampai pada keahlian manajerial pemberian pupuk, air, pakan dan pemberantasan hama dan penyakit. Di dalamnya juga dapat terlibat berbagai industri hilir seperti industri pupuk, pakan ternak, pestisida, serta industri biologi dan kimia dasar. Untuk mempercepat laju pemenuhan kebutuhan pangan ini, penguasaan terhadap keahlian trans genik atau bioteknologi mutlak diperlukan. Belum lagi industri alat mesin pertanian dapat berkontribusi mempermudah pengelolaanya.

Ketersediaan pangan sesungguhnya pula merupakan tulang punggung pertahanan nasional itu sendiri. Tanpa pangan yang cukup dan bergizi, generasi penerus pun akan lumpuh secara perlahan. Jauh dari itu, ketergantungan pangan pada negara lain, biasanya berdampak juga pada tataran hidup yang lainnya, bahkan kadang kehidupan berpolitik dan agama pun dipertaruhkan.